Rabu, 05 Februari 2014

Pendidikan dan Masyarakat




MAKALAH

PENDIDIKAN DAN MASYARAKAT

 Makalah ini disusun guna memenuhi tugas UAS
                                        Dosen Pengampu    : Mutammam, M. Ed
Mata kuliah             : Sosiologi Pendidikan
Kelas                       : B




Disusun Oleh :
LAILA ZULFA
NIM. 2021 111 238


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN AJARAN  
2013



PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara manusiawi yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman. Di samping itu pengertian pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dari generasi ke generasi  selanjutnya secara dinamis sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat, melalui pendidikan dan interaksi sosial. Dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai sosialisasi.
Dibawah ini penulis akan memaparkan mengenai apa itu masyarakat, pendidikan dan lingkungan sosial, pendidikan dan kebudayaan, pendidikan dan perubahan sosial dan pendidikan sebagai daya pengubah dan pembaharuan masyarakat. Seperti yang akan penulis paparkan di bawah ini.




PEMBAHASAN
PENDIDIKAN DAN MASYARAKAT

A.      Pengertian Pendidikan dan Masyarakat
1.      Pendidikan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya sebagai individu dan masyarakat. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Yang tentu dalam menjalankan kelanjutan pendidikan tersebut harus ada alat sebagai pegangan yang salah satunya adalah adanya kurikulum. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara manusiawi yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman.[1]
Istilah pendidikan digunakan untuk menterjemakan kata education dalam bahasa Inggris. Sedangkan dalam konteks Islam pendidikan lebih banyak dikenal dengan term al-tarbiyah, al-ta’lîm, al-ta’dîb, dan al-riyādah. Setiap term tersebut mempunyai makna yang berbeda, karena perbedaan teks dan konteks kalimatnya, namun dalam beberapa hal, term-term tersebut mempunyai kesamaan makna.
Dalam leksiologi al-Qur’an tidak ditemukan kata al-tarbiyah, tetapi ada istilah yang senada dengan istilah al-tarbiyah yaitu: al-rabb, rabayāni, murabbi, ribbiyun, dan rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konteks makna yang berbeda-beda
Sementara itu, secara terminologi al-tarbiyah­ diartikan oleh  Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagai upaya mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik dalam berpikir tajam, berperasaan, giat dalam berkreasi, toleransi pada yang lain, berkompetensi dalam mengungkapkan bahasa tulis dan bahasa lisan dan terampil berkreativitas. Sedangkan Al-Ashfahani mendefiniskan al-tarbiyah dengan proses menumbuhkan sesuatu secara bertahap yang dilakukan setapak demi setapak sampai pada batas kesempurnaan.
Pendidikan sering juga diidentikan dengan term al-ta’lim. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi memberikan pengertian al-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan al-tarbiyah, karena al-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan al-tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan. Sedangkan Muhammad Rasyid Rida memberikan definisi al-ta’lim dengan proses trasmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
Dalam kesempatan lain, pendidikan diidentikan pula dengan term al-ta’dib. Menurut al-Nuquib term al-ta’dib merupakan term yang cocok untuk dipergunakan sebagai istilah dalam pendidikan Islam. Hal ini karena konsep inilah yang sebenarnya diajarkan oleh Nabi SAW. pada umatnya pada waktu terdahulu.
Adapun pengertian al-ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan Kekuasaan dan Keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan  keberadaannya.
Sedangkan term al-Riyādah hanya khusus dipakai oleh Imam al-Ghazali, dengan istilahnya “Riyādatu al-şibyān” artinya pelatihan terhadap individu pada fase anak-anak. Menurut Imam al-Ghazali, mendidik anak, lebih menekankan aspek afektif dan psikomotoriknya dibandingkan dengan aspek kognitifnya. Karena jika anak kecil sudah terbiasa untuk berbuat sesuatu yang postif, masa remajanya atau dewasanya lebih mudah untuk berkepribadian saleh, dan secara otomatis, pengetahuan yang bersifat kognitif lebih mudah diperolehnya. Namun sebaliknya, jika dari kecil terbiasa berbuat naïf, di hari tuanya, anak tersebut sulit membiasakan aktivitas baik walaupun tingkat keilmuannya sudah memadai. Berdasarkan hal tersebut al-Ghazali memakai istilah al-Riyādah sebagai istilah alternatif dalam pendidikan Islam.
Terlepas dari perbedaan istilah pendidikan yang diidentikan dengan term bahasa Arab yang tepat sebagaimana yang telah dikemukan di atas, para ahli berbeda pula dalam mendefinisikan pendidikan. Azyumardi Azra menganggap pendidikan sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.[2]

2.      Masyarakat
Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Beberapa pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar sosiologi mengenai masyarakat antara lain:
1.  Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan selalu berubah. (Mac Iver dan Page)
2.  Masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu. (Koentjaraningrat)
3.  Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Selo Soemardjan dan Soelaiman)[3]
4. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia dalam suatu kelompok yang memiliki suatu sistem adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma yang dapat menghasilkan suatu kebudayaan.

B.       Pendidikan dan Lingkungan Sosial
1.      Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik.
Kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan, dan sebagainya. Bahan pelajaran atau isi pendidikan ditentukan oleh kelompok atau masyarakat seseorang.
2.      Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketrampilan dan apek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda.
Masyarakat menjamin kelangsungan hidupnya melalui pendidikan. Agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk kelakuan lainnya yang diharapkan akan dimiliki setiap anggota. Tiap masyarakat meneruskan kebudayaanya dengan beberapa perubahan kepada generasi muda melalui pendidikan, melalui interaksi sosial.
3.      Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan masyarakat.
Melalui pendidikan terbentuklah kepribadian seseorang. Boleh dikatakan hampir seluruh kelakuan individu bertalian dengan atau dipengaruhi oleh orang lain.[4]

C.    Pendidikan dan Kebudayaan
Setiap bangsa dan setiap individu pada umumnya menginginkan pendidikan. Bahkan mereka menginginkan pendidikannya sepanjang hayat. Awalnya banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarha. Akan tetapi lambat laun makin banyak dialihkan ke sekolah seperti persiapan untuk mencari nafkah, kesehatan, agama dan lainnya. Namun pendidikan formal saja tak dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan transmisi kebudayaan.
Pendidikan norma-norma, sikap adat-istiadat, keterampilan sosial dan lain-lain banyak diperoleh dalam keluarga masing-masing. Proses ini diperoleh anak terutama berkat pengalamannya dalam pergaulan dengan anggota keluarga, teman-teman sepermainan dan kelompok primer lainnya, bukan sekolah.

Beberapa fungsi sekolah yang berkaitan dengan kebudayaan:
1.      Sekolah mentransmisi kebudayaan
Demi kelansungan hidup bangsa dan Negara, kepada generasi muda disampaikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa itu. Setiap warga Negara diharapkan menghormati pahlawannya, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dan dengan demikian meresapkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
2.      Sekolah merupakan alat mentransformasi kebudayaan
Sekolah terutama perguruan tinggi diharapkan menambah pengetahuan dengan mengadakan penemuan-penemuan baru yang dapat membawa perubahan dalam masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang besar di dunia ini. Ada pun tokoh pendidikan yang beranggapan bahwa sekolah dapat digunakan untuk menskontruksi masyarakat bahkan dapat mengontrol perubahan-perubahan itu dengan cara “social engineering”[5]

D.     Pendidikan dan Perubahan Sosial
Kecepatan perubahan sosial dalam berbagai masyarakat berbeda-beda. Perubahan dalam masyarakat yang terpencil berjalan lambat, akan tetapi bila dengan terbukanya komunikasi dan transportasi daerah itu berkenalan dengan dunia modern, maka masyarakat ini akan berkembang dengan lebih cepat.
Ada aspek-aspek kebudayaan yang masih tetap dalam bentuk aslinya dan ada juga adat kebiasaan yang telah mengalami perubahan, terutama dalam masyarakat modern. Usaha untuk mencegah perubahan tidak selalu mudah karena sering ada hubungan antara perubahan materill dengan perubahan kultural. Dibukanya jalan raya ke daerah terpencil, terbukanya desa bagi surat kabar, radio, TV dan film membawa perubahan dalam berbagai aspek kebudayaan. Pola hubungan antara manusia seperti pergaulan antara anak dengan orang tua, hubungan antar-seks, dan sebagainya, sering mengalami perubahan yang sukar dielakan. Demikian pula pendidikan dan sekolah tak luput dari perubahan, karena pendidikan senantiasa berfungsi di alam terhadap sistem sosial tempat sekolah itu berada.
Adapun faktor pendorong perubahan sosial, menurut beberapa ahli adalah :
1.  Menurut Alvin Betrand, awal dari proses perubahan social adalah komunikasi yaitu penyampaian ide, gagasan, nilai, kepercayaan, keyakinan dsb, dari satu pihak ke pihak lainnya sehingga dicapai kata kesepahaman.
2.  Menurut David Mc Clelland, dorongan untuk perubahan adalah adanya hasrat meraih prestasi ( need for achievement) yang melanda masyarakat
3. Prof. Soerjono Soekanto, Perubahan sosial disebabkan oleh faktor intern dalam masyarakat itu  dan faktor ekstern.
Faktor Intern antara lain:
a)      Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
b)      Adanya Penemuan Baru:
·      Discovery        : penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum    pernah ada.
·      Invention         : penyempurnaan penemuan baru
·      Innovation/Inovasi : pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh : kesadaran masyarakat akan kekurangan unsure dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat
·      Konflik yang terjadii dalam masyarakat
·      Pemberontakan atau revolusi.

Faktor ekstern antara lain:
a)    Perubahan alam
b)    Peperangan
c)    pengaruh kebudayaan lain melalui difusi(penyebaran kebudayaan), akulturasi ( pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi)

Jadi menurut Soerjono Soekanto  factor pendorong perubahan social adalah:
1)      sikap menghargai hasil karya orang lain
2)      keinginan untuk maju
3)      sistem pendidikan yang maju
4)      toleransi terhadap perubahan
5)      sistem pelapisan yang terbuka
6)      penduduk yang heterogen
7)      ketidak puasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu
8)      orientasi ke masa depan
9)      sikap mudah menerima hal baru.[6]

E.    Pendidikan sebagai Daya Pengubah dan Pembaharuan Masyarakat
1.    Pendidikan sebagai daya pengubah
Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan atau menstransmisi kebudayaan, diantaranya nilai-nilai nenek moyang, kepada generasi muda.[7] Dalam fungsi ini sekolah itu konservatif dan berusaha mempertahankan status quo demi kestabilan politik, kesatuan dan persatuan bangsa. Disamping itu sekolah juga turut mendidik generasi muda agar hidup dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekolah memegang peranan penting sebagai “agent of change” untuk membawa perubahan-perubahan social. Akan tetapi dalam norma-norma sosial, seperti struktur keluarga, agama, filsafat bangsa, sekolah cendrung untuk mempertahankan yang lama dan dengan demikian mencegah terjadinya perubahan yang dapat mengancam keutuhan bangsa.

2.      Pendidikan dan Pembaharuan Masyarakat
Ada para pendidik yang menaruh kepercayaan yang besar sekali akan kekuasaan pendidikan dalam membentuk masyarakat baru. Karena itu setiap anak diharapkan memasuki sekolah dan ide-ide baru tentang masyarakat yang lebih indah daripada yang sudah-sudah. Sekolah dapat menskontruksi atau mengubah dan membentuk kembali masyarakat baru.
Dalam dunia yang dinamis ini tak dapat tidak setiap masyarakat akan mengalami perubahan. Tidak turut berubah dan mengikuti pertukaran zaman akan membahayakan ekstensi masyarakat itu. Tiap pemerintahan akan mengadakan perubahan yang diinginkan demi kesejahteraan rakyatnya dan keselamatan bangsa dan negaranya. Dari pada itu diusahakan adanya keseimbangan antara dinamika dengan stabilitas. Perubahan-perubahan itu antara lain tercemin dalam perubahan dan pembaharuan kurikulum dan sistem pendidikan. Peralihan dari zaman colonial ke zaman kemerdakaan memerlukan berbagai perubahan kurikulum sampai sesuai dengan filsafat bangsa kita.
Masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dari generasi ke generasi selanjutnya secara dinamis sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan  masyarakat, melalui pendidikan dan interaksi sosial.  Dengan demikian pendidikan dapat diartiakan sebagai proses sosialisasi sesorang agar dapat beradaptasi dengan norma dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Hidup di dalam masyarakat tidak mudah, karena terdapat tata aturan yang beraneka ragam sehingga seseorang harus pandai-pandai menyesuaikan diri dengan aturan yang berkembang di dalam masyarakat. Selain itu kepentingan individu setiap anggota masyarakat tidak selalu sama, dan masyarakat itu sendiri selalu mengalami perkembangan-perkembangan dan perubahan.
Menurut teori sosiologi pendidikan yang dikemukan Wilbur B. Brookover, bahwa perubahan masyarakat yang disebut social order[8] terjadi dalam empat fase, yaitu:
1.      Pada fase pertama, masyarakat tidak mau mengalami perubahan yang datang, baik dipaksakan atau datang mempengaruhinya. Semua perubahan yang datang akan ditolak, karena masyarakat ini berpegang teguh kepada norma yang ada yang dianggap baik dan melindungi mereka dari bencana. Bagi masyarakat ini perubahan merupakan faktor yang merusak tatanan kehidupan sosial. Bila terjadi perubahan justru akan menimbulkan kegoncangan dan konflik dalam masyarakat, sehingga akan terjadi ketidakstabilan sosial dan ekonomi. Pada kelompok ini pendidikan tidak bisa berkembang dan bersifat status quo, di mana masyarakat berusaha mengekalkan tradisi dan keadaan yang sudah ada.
2.      Pada tahap kedua, masyarakat mengalami kebimbingan dalam menerima perubahan. Masyarakat ini hanya menerima perubahan bila tidak bertentangan dengan kebudayaan mereka. Bahkan jika perubahan yang datang dapat mengkokohkan budaya mereka, maka budaya dan perubahan itu akan mereka adopsi.
3.      Pada tahap ketiga, masyarakat sudah mulai menerima perubahan sosial, sehingga mereka mempersiapkan generasi penurus mereka melalui pendidikan. Dengan demikian perubahan yang akan dilakukan telah direncanakan terlebih dahulu, bahkan dapat dipercepat melalui proses pendidikan. Bagi masyarakat yang berada pada fase social order ketiga ini peranan pendidikan sangat penting bagi mereka, karena “education as an agency of change”. Maka lembaga-lembaga pendidikan akan memberikan berbagai pengalaman kepada peserta didik dan masyarakatnya, baik ilmu, teknologi maupun keterampilan untuk menghadapi masa depan.
4.        Pada fase keempat, masyarakat telah mengalami kemajuan yang sangat tinggi, sehingga dikelompokkan ke dalam masyarakat yang sudah established, yaitu kelompok masyarakat yang sudah mapan dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, sehingga tidak disibukkan oleh masalah-masalah kecil, seperti kesehatan, penyakit menular, kemiskinan atau perumahan.
Dari gambaran di atas, tampak bahwa masyarakat betapapun statisnya, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan, walaupun perubahan yang dilalui oleh masyarakat itu setapak demi setapak. Di dalam menghadapi perubahan atau kemajuan, generasi penerus atau peserta didik harus dipersiapkan agar mereka dapat beradaptasi dengan baik, sehinga tidak menjadi generasi yang telat menyikapi perubahan dan kemajuan. Di sinilah tugas pendidikan untuk mempersiapkan mereka menjadi orang-orang yang peka terhadap perubahan
Anggota masyarakat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.      Yang bersikap statis, yaitu yang selalu ingin mempertahankan yang sudah lama. Orang-orang yang semacam ini tidak mau melihat adanya perubahan di dalam masyarakat tempat hidupnya. Jika ada sesuatu yang baru, selalu saja mereka ingin menoloknya.
2.      Yang menghendaki adanya hal-hal yang baru dan maju. Mereka ini termasuk orang yang kreatif dan dinamis, yang ingin memajukan cara hidup, ingin kemakmuran dan kesejahteraan. [9]
Kelompok kedua inilah yang akan menjadi agen pembangunan masyarakat dan  pendorong masyarakat untuk maju. Oleh karena itu, tugas pendidikanlah untuk mencetak individu anggota masyarakat yang memiliki kecenderungan untuk maju, berpikir kreatif, dinamis, dan inovatif, sehingga mereka dapat menjadi agen pembangunan masyarakat bangsanya.

F.    Fungsi dan Peranan Pendidikan dalam Masyarakat
1.      Pengembangan Pendidikan Melalui Pendidikan Secara Sistemik
Pendekatan sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah pendekatan dimana masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu lembaga pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat yang dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.

Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Dari ketetapan MPR No. 1!/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara kita mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah dan masyarakat.
Dari dua penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga bentuk yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal (Undang-Undang nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pelaksanaan bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga, lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga keluarga menyelenggarakan pendidikan informal, lembaga pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan yang lain menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Bentuk-bentuk pendidikan nonformal cukup banyak jenisnya, seperti berbagai macam kursus kcterampilan yang mempersiapkan tenaga terampil. Seperti kursus menjahit, kursus komputer, kursus montir, kursus bahasa-bahasa asing dan sebagainya. Bentuk pendidikan formal yang beçjalan ini terdiri dari empat jenjang yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Menurut Undang Undang Nomor : 2/1989, tentang jenjang pendidikan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan Dasar terdiri dari Sekolah Dasar dan Sekolab Menengah Tingkat Pertama.
Proses pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu dipengaruhi oleh sistem politik dan ekonomi.[10] Dengan adanya bermacam-macam jenis politik dan bermacam-macam kondisi ekonomi maka arah proses pendidikan akan bermacam-macam untuk masing-masing bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga, pemerintah, lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga non-agama.

2.      Peranan dan Fungsi Pendidikan Dalam Masyarakat
Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, kepada pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Berbicara tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat adalah:
a.       Fungsi Sosialisasi
Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada masyarakat pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan, kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa.
Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini sebagaimana telah disinggung di halaman-halaman situs web ini sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya dan satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah melembaga demikian kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction).
Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak-anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah mapan adalah menjadi tugas dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian nilai-nilai ini. Masa-rnasa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional
b.      Fungsi kontrol sosial
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagiai masyarakat.

Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.
c.       Fungsi pelestarian budaya masyarakat.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
d.      Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Proses seleksi terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah maupun mau masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nllai EBTA Murni (NEM).
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya. Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.
Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.
Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.
e.       Fungsi pendidikan dan perubahan sosial.
Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial mempunyai fungsi, sebagai berikut:
1.    Reproduksi budaya,
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
2.    Difusi budaya,
Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan
3. Mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional,
4. Melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional,
5. Melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap  institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.
f.       Fungsi Sekolah dalam Masyarakat
DI muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal disebut juga sekolah. Oleh karena itu sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang juga menyelenggarakan pendidikan. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu:
1.      Sebagai partner masyarakat
Sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan masyarakat. Pengalarnan pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya dalam masyarakat dapat mempengaruhi fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah. Sekolah juga berkepentingan terhadap perubahan lingkungan seseorang di dalam masyarakat. Perubahan lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingan, penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain dalam masyarakat. Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar dari lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang dilaksanakan di sekolah.
Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat seperti adanya orang-orang sumber, perpustakaan, museum, surat kabar, majalah dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan.
2.      Sebagai penghasil tenaga kerja.
Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat memiliki ikatan hubungan rasional di antara keduanya. Pertama, adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketepatan sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan ditentukan pula o!eh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh ikatan objektif di antara keduanya.[11]
Dengan demikian, pendidikan memiliki peran dan fungsi yang sangat urgen bagi kemajuan dan perkembangan masyarakat.
Menurut Jeanne H. Ballantine, fungsi pendidikan dalam masyarakat ada 4,  yaitu:
1.      Socialization: learning to be productive members of society and the passing on of culture.
2.      Selecting, training, and placement of individuals in society.
3.      Change and innovation.
4.      Social and personal development.
Merton and Hunt membagi fungsi institusi pendidikan menjadi 2, yaitu fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest institusi mendidikan antara lain: mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, mengembangkan bakat perorangan demi kepuasan pribadi maupun bagi kepentingan masyarakat, melestarikan kebudayaan, menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi. Sedangkan fungsi laten institusi pendidikan antara lain adalah pemupukan keremajaan, pengurangan pengendalian orang tua, penyediaan sarana untuk pembangkangan, dan dipertahankannya sistem kelas sosial.[12]



PENUTUP


Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa masyarakat  adalahsuatukesatuanhidupmanusiadalamsuatukelompok yang memiliki suatu sistem adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma yang dapat menghasilkan suatu kebudayaan.
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi kepribadian peserta didik itu sendiri. Selain itu hal yang juga dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik adalah kebudayaan. Dari kebudayaan dapat timbul berbagai pengaruh terutama dalam segi sosial.
Kecepatan perubahan sosial dalam berbagai masyarakat berbeda-beda. Perubahan dalam masyarakat yang terpencil berjalan lambat, akan tetapi bila dengan terbukanya komunikasi dan transportasi daerah itu berkenalan dengan dunia modern, maka masyarakat ini akan berkembang dengan lebih cepat.

2.      Saran
Semoga dengan makalah ini kita sebagai calon pendidik nantinya dapat mengambil inti sari dari pembahasan diatas, agar kita dapat memaknai hal-hal yang dapat mempengaruhi pendidikan. Agar nantinya kita dapat mengantisipasi hal-hal yang nantinya bisa terjadi.






DAFTAR PUSTAKA

Dimyati Muhammad, 1988
Brookover, Wilbur B. Sociological Education. New York: American Book Company. 1995.
Gunawan, Ari. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
Katamto Sunarto, Pengantar Sosiologi_________,
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan.  Jakarta: Bumi Aksara. 1995
Sahabudin, Tinjauan Umum tentang Sosiologi Pendidikan, http://smpbr.blogspot.com/2010/11/tinjauan-umum-tentang-sosiologi.html, di akses pada 15 Desember 2013.
http://ahyadi09.blogspot.com/2012/03/pendidikan-dan-masyarakat-dasar-dasar.html




[1]Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 54.
[2] Sahabudin, Tinjauan Umum tentang Sosiologi Pendidikan, http://smpbr.blogspot.com/2010/11/tinjauan-umum-tentang-sosiologi.html, di akses pada 15 Desember 2013.
[3]S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) hal. 60
[4]Ibid, hal. 10.
[5]Ibid, hal. 13.
[6]http://wikan2004.multiply.com/journal/item/2/Ringkasan_Materi_Perubahan_Sosial_Budaya
[7]Ibid, hal 21.
[8] Wilbur B. Brookover, Sociological Education, (New York: American Book Company, 1995), h. 37-78
[9]  Abu Ahmadi, et. al, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 227
[10] Muhammad Dimyati, 1988 p, 163
[11]Ahyadi, Pendidikan dan Masyarakat, ahyadi09.blogspot.com, di akses pada 05 Desember 2013.
[12] Katamto Sunarto, Pengantar Sosiologi, h. 164.

1 komentar: