Jumat, 14 Februari 2014

FILSAFAT ESTETIKA MUHAMMAD IQBAL



FILSAFAT ESTETIKA MUHAMMAD IQBAL
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas:

Dosen pengampu :


 
Oleh:
1.         Sobakha Nurul Khusna   (2021111222)
2.         Laila Zulfa                       (2021111238)
3.         Miftakhul Janah              (2021111000)
4.         Slamet Rohadi                 (2021111248)




JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012





Pendahuluan
            Dalam risalah tentang filsafat estetika M.Iqbal ini, kami sedikit mebahas pemikiran-pemikiran filosofisnya yang berkaitan dengan keindahan, seni, dan kreatifitas. Untuk menampilkan filsafatnya dalam kaitannya dengan Al-Qur’an dan pemikiran religiusnya dalam islam, dibutuhkan perlakuan tersendiri,dan hal itu bisa dilakukan dengan benar hanya setelah pemikiran metafisika Iqbal dijelaskan dan dipahami lewat ide-ide filosofisnya sendiri.
            Dalam makalah ini selain membahas mengenai pemikiran-pemikirannya mengenai keindan, seni dan kreatifitas. Juga terdapat sedikit gambaran realita kehidupan atas pemikirannya, begitu juga fungsi-fungsi seni.















Pembahasan

FILSAFAT ESTETIKA MUHAMMAD IQBAL

Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir pada tanggal 22 februari 1873 di Sialkot Punjab dari keluarga yang nenek moyangnya berasal dari lembah Kashmir. Setelah menamatkan sekolah dasar di kampong kelahirannya pada tahun 1895 ia segera melanjutkan pelajarannya di Lahore. Ia telah mendapat binaan dan gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh Maulana Mir Hasan seorang militan kawakan teman ayahnya. 330
            Ulama ini memberikan dorongan dan semangat yang mewarnai dan mendasari jiwa Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa bersemayam dalam jiwanya, menggelora dalam hati anak muda, menentukan gerakan dan langkah, tujuan dan arah. Keberhasilan ulama tersebut dalam membinanya membawa kesan yang mendalam di hati Iqbal.
            Seorang orientalis kenamaan Sir Thomas W. Arnold yang memiliki pandangan yang lain terhadap islam adalah termasuk pula gurunya. Ia melihat akan kecerdasan Iqbal dan menyarankan agar Iqbal sudi melanjutkan studinya ke Eropa. Saran tersebut dilaksanakan sehingga pada tahun 1905 Iqbal melanjutkan studinya di fakultas Hukum Universitas Cambridge Inggris hingga kemudian memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu tersebut.
            Tertarik akan ilmu filsafat, Ia juga sempat mengenyam tingkat doctoral dalam filsafat modern pada Universitas Munich di Jerman dengan desertasi The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia) dengan nilai yang sangat memuaskan.[1]
Pemikiran M. Iqbal mengenai ekspresi kreatif seni
            Dalam pandangan Iqbal, kemauan adalah sumber utama dalam seni. Sehingga seluruh isi seni adalah sensasi, perasaan, sentiment, ide-ide dan ideal-ideal harus muncul dari sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau bentuk-bentuk estetika melainkan pemikiran yang lahir atas dasar  dan penuh kandungan emosi sehingga mampu menggetarkan manusia.
            Seni yang tidak demikian tidak lebih dari api yang telah padam. Karena itu Iqbal memberi criteria tertentu pada karya seni ini :
Pertama, seni harus merupakan karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan buatan manusia dalam citra ciptaan manusia. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal tentang hidup dan kehidupan. Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas karena dengan sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan menggerakkan semesta.
            Dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya perlu dilihat atau dikenal lewat konsep-konsep tetapi sesuatu yangharus dibentuk dan dibentuk lagi lewat tindakan-tindakan nyata. Dalam pemikiran filsafat, gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni bahwa seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam kerangka prinsip-prinsip universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut dibalik kehidupan sehingga harus juga memberikan kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi lingkungannya, atau bahkan mampu memberikan “hal baru” bagi kehidupan.
            Dalam syairnya, Iqbal menyatakan :
Tuhan menciptkan dunia dan manusia membuatnyalebih indah. Apakah manusia ditaqdirkan untuk menjadi saingan Tuhan? Kau ciptakan malam, aku ciptakan lentera. Kau ciptakan lempung, aku ciptakan cawan. Kau ciptakan padang pasir, gunung, dan rimba, aku ciptakan kebun, taman dan hutan buatan. Akulah yang membuat batu menjadi cermin.akulah yang merubah racun menjdi obat. Kebesaran manusia terletak pada daya ciptanya. Bulan dan bintang hanya mengulang kewajiban yang ditetapkan atasnya.
Kedua, kreatifitas tersebut bukan sekedar membuat sesuatu tetapi harus benar-benar menguraikan jati diri sang seniman, sehingga karyanya bukan merupakan tiruan dari yang lain (imitasi), dari karya seni sebelumnya maupun dari alam semesta. Bagi Iqbal, manusia adalah pencipta bukan peniru, dan pemburu bukan mangsa, sehingga hasil karya seninya harus menciptakan ‘apa yang seharusnya’ dan ‘apa yang belum ada’, bukan sekedar menggambarkan ‘apa yang ada’.[2]
            Alam semesta adalah bagian dari sifat sebuah kehendak kreatif yang bebas. Kehendak merupakan dasar dari semua realitas. Ia pecah dan menggelembung dalam fenomena. Ia mewujudkan dirinya dalam segala realitas. Tak ada kekuatan dan dorongan dari belakang kehendak. Ia tidak tunduk pada hokum kekuatan apapun, karena kalau demikian ia menjadi tidak kreatif sama sekali.[3]
Fungsi – fungsi seni M.Iqbal
            M. Iqbal memberikan rambu-rambu tertentu yang musti dicapai dalam seni.
Pertama, seni harus menciptakan kerinduan pada hidup abadi, karena tujuan utama seni adalah hidup itusendiri. Sehingga seni bisa meneruskan tujuan Tuhan, sebagaimana Jibril menyampaikan berita Hari Pembalasan. Seni adalah sarana yang sangat berharga bagi prestasi kehidupan agar tetap hijau dan memberi petunjuk kehidupan abadi pada kemanusiaan.
Kedua, pembinaan manusia. Seniman harus memompakan semangat kejantanan dan keberanian ke dalam hati orang danmenciptakan kerinduan ke dalam hati manusian tentang tujuan-tujuan baru dan ideal.
Ketiga, membuat kemajuan social. Seorang seniman menurut Iqbal adalah mata bangsa, bahkan ia adalah nurani terdalam suatu bangsa.           


[1] A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), hlm. 330-331
[3] Syed Zahfarul Hasan, Metafisika Iqbal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset), hlm.96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar