HAK TETANGGA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata kuliah: Hadits Tarbawi II
Dosen pengampu : Drs. H. Rifa’i, M.A
Oleh:
LAILA
ZULFA
NIM : 2021111238
Kelas : F
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Islam adalah agama
yang mengatur hubungan bertetangga secara baik. Islam menempatkan posisi
tetangga pada tempat yang tinggi dan terhormat. Ajaran demikian sebelumnya
tidak dikenal dalam aturan atau perundangan manapun di dalam Islam, tetangga
adalah sosok yang memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan dan kehormatan yang
wajib dijaga.
Al-Hafizh Ibnu
Hajar Rahimahullah berkata, “pengertian kata ‘tetangga’ mencakup orang Muslim,
kafir, budak, fasik, teman, lawan, orang asing, orang yang bisa memberi
manfaat, orang yang bisa memberi mudharat, keluarga, yang bukan keluarga,
tetangga dekat, dan yang jauh.
Begitu
mulia dan besar kedudukan tetangga, Allah subhanahu wa ta’ala memasukkannya di
dalam 10 hak yang harus dipenuhi oleh seorang hamba sebagaimana firman-Nya
subhanahu wa ta’ala (artinya): “Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua
orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36)
PEMBAHASAN
A.
Hak dan Kewajiban Bertetangga
Jumlah hak tetangga dalam islam adalah
memuliakannya dengan memberi salam, tidak memanjangkan pembicaraan dengannya,
tidak memperbanyak pertanyaan tentang keadaanya, menjenguknya di waktu sakit,
menghiburnya diwaktu terkena musibah, berdiri bersama dalam ta’ziah,
mengucapkan selamat kepadanya diwaktu gembira, menampakkan ikut berbahagia
bersamanya, memaafkan atas kesalahannya, tidak melihat dari atas kepada
auratnya, tidak mempersempit kepadanya dalam meletakkan kayu pada temboknya dan
dalam menuangkan air pada pancurannya, tidak menyempitkan jalan ke rumah, tidak
mengikutinya dengan memandang apa yang dibawa kerumahnya, menutupi apa yang
tersingkap dari auratnya, mengangkat dari kejatuhannya apabila bencana
menimpanya, tidak lalai memperhatikan rumahnya di waktu bepergiannya, tidak
memperdengarkan perkataan yang mengenainya, memejamkan penglihatannya kepada
isterinya, tidak selalu melihat kepada pembantu wanitanya, berlemah lembut
dalam kata-kata dengan anaknya dan menunjukkannya kepada apa yang tidak
diketahuinya dalam urusan agamanya. [1]
Rasulullah SAW. bersabda :
Artinya:
“Dari
Bahzin bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya berkata. Bahzin berkata: Ya
Rasulullah, apakah hak tetanggaku kepadaku? Rasulullah berkata: apabila
tetanggamu sakit maka jenguklah, apabila tetanggamu mati maka antarkanlah ia (jenazahnya), apabila ia meminta hutang
maka hutangilah, apabila ia jatuh miskin maka bantulah ia, apabila ia dalam
kebaikan maka ucapkanlah selamat kepadanya, apabila ia kena musibah maka kamu
menghiburnya, dan janganlah kamu meninggikan bangunanmu melebihi bangunannya
sehingga menghalang-halangi angin masuk kerumah, dan janganlah menyakitinya
dengan bau masakan periukmu kecuali kamu mengambilkan baginya dari masakan itu.
B.
Penjelasan Hadits
Tetangga
adalah orang yang terdekat dalam kehidupan, tidaklah seseorang keluar dari
rumah melainkan dia melewati rumah tetangganya. Di saat dirinya membutuhkan
bantuan baik moril maupun materiil, tetangga lah orang pertama yang dia ketuk
pintunya. Bahkan di saat dia meninggal bukan kerabat jauh yang diharapkan
mengurus dirinya, tetapi tetangga lah yang dengan tulus bersegera
menyelenggarakan pengurusan jenazahnya.
Kedudukan Tetangga Bagi Seorang Muslim
Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang
muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga
dijadikan sebagai indikasi keimanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589,
Muslim 70)
Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan bahwa:
“Tetangga yang lebih dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya
seseorang mempererat hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya
sebab-sebab hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan
perbuatan serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan”
(Tafsir As Sa’di, 1/177)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga
bersabda:
خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ
اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ
لِـجَارِهِ
“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah
yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di
sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At
Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah
Ash Shahihah 103)
Maka jelas sekali bahwa berbuat baik terhadap
tetangga adalah akhlak yang sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya,
karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
KESIMPULAN
Menjalani
kehidupan bertetangga dengan baik dan saling menunaikan hak masing-masing
merupakan suatu kebahagiaan dan tanda kebaikan sebuah masyarakat. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara yang termasuk dari
kebahagiaan: istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang
shalih dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan ada empat perkara yang
termasuk dari kesengsaraan; tetangga yang jelek, istri yang jahat (tidak
shalihah), tunggangan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu
Hibban, hadits ini dishahihkan asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam kitab
beliau ash-Shahihul Musnad Mimma Laysa fish- Shahihain 1/277)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang
terbaik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang
terbaik kepada tetangganya.”(HR. at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi, dari sahabat
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma)
Demikianlah kajian tentang adab bertetangga, semoga
bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya Rabbal ‘alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Bukhari, 2008, Fathul Baari.
Penerjemah Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azzam.
Al Ghazali, 2003, Ihya’ ‘Ulumiddin,
penerjemah Moh. Zuhri dkk, Semarang: CV.
Asy Syifa’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar